![]() |
Anggota LSM LATSKAR, Iman Plur menghadiri panggilan BAP Polres Bima Kota |
Bima, - Dalam rangka mendalami tingkat penyelidikan dan penyidikan perkara Laporan aduan LSM LATSKAR terhadap Aktifitas Batching Plan Ilegal oleh Perusahaan berdasarkan laporan aduann omor : STTLP/K/294/III/2025/NTB/Res Bima Kota.
Imam Plur beserta Team Lembaga Transparansi dan Kebijakan Anti Korupsi (LATSKAR) memberikan Keterangan tambahan BAP ke penyidik Unit Tipidter Polres Bima Kota guna melengkapi tahapan pemeriksaan, pengumpulan serta penyajian bukti untuk mengungkap sejumlah fakta yang relevan pada suatu kasus pidana yang di laporkan.
Sebagai pelapor Imam Plur menyampaikan telah memberikan laporan tambahan serta Bukti penguat adanya Perbuatan Melawan Hukum (PMH) oleh Perusahaan Ilegal ke Penyidik Tipidter Polres Bima Kota saat pemeriksaan berlangsung.
Imam plur menambahkan bahwa Permasalahan tersebut adalah aktifitas komersial yang di bekingi langsung oleh para pemangku sistem Yang meraup keuntungan adanya Proyek di kota Bima dari bank dunia mendapatkan alokasi pekerjaan sebanyak 6 (enam) saluran Drainase Primer Ratusan Miliar di kota bima tahun 2025, dengan sengaja mengangkangi Produk Hukum yang berlaku, Jika mengacu pada aturan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota bima di wilayah tersebut tidak diizinkan adanya aktifitas batching plan karna Bukan kawasan Industri, Serta Belum Memiliki ijin Lingkungan Hidup (UKL-UPL) Dari Dari DLH Kota Bima.
"Dampak negatif dari aktivitas perusahaan tersebut ialah merugikan Negara dengan tidak membayar Pajak ke daerah serta merusak lingkungan hidup. Hal ini dijelaskan dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa pihak Perusahaan Yang di laporkan yakni PT Nindia Karya dan PT Beton Rinjani Utama diduga telah melanggar ketentuan sebagaimana pada pasal 98 ayat (1) di mana Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah),” terangnya, Kamis, (13/3/2025).
Ia menambahkan, selaku pegiat aktivis lingkungan Hidup, pihaknya menegaskan kepada jajaran Institusi penegak hukum bahwa kasus ini agar ditindak lanjuti untuk mengetahui kejelasan langkah Penegakan Hukum pada peristiwa yang sedang terjadi di lain sisi Ijin aktifitas Perusahaan belum di urus apalagi di miliki.
"Sebab hal ini diindikasi sebagai perbuatan melawan hukum dan dapat dikenai sanksi pidana," imbuhnya. (Red)